DISCLAIMER : Tulisan ini mengandung curhat pribadi dan kritikan bagi seluruh pihak, baik Pemerintah Kabupetan Klaten sebagai penyelenggara maupun masyarakat Klaten sebagai penikmat acara. Jadi, mohon disetel kendo.

Saya bersyukur, Klaten masih punya event-event yang konon katanya ingin melestarikan potensi yang ada di Klaten. Salah satunya adalah Festival Wedangan/HIK yang diselenggarakan Kamis, 27 Juli 2017 mulai pukul 18.00 - 22.00 WIB di sepanjang Jl. Pemuda (Depan RSPD sampai depan Rumah Dinas Bupati).
Ini merupakan event tahunan dan sudah dua kali ini dilaksanakan (kalau tidak salah). Dan memang acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi Kabupaten Klaten yang ke-213 di tahun 2017.
Secara kepanitian, Festival HIK diselenggarakan oleh Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Klaten. Ya wajar, karena HIK sendiri memang ada kaitannya dengan dinas ini.
Secara umum, saya sebagai coklat (cowo klaten) sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Pemerintah Kab. Klaten yang telah menyelenggarakan acara ini. Apalagi melibatkan pedagang-pedagang HIK di area Klaten yang saya belum tahu pasti ada berapa angkringan yang ada di acara tersebut.
Namun yang pasti menurut informasi yang saya peroleh, per angkringan mendapatkan subsidi dari pemerintah yang diambilkan dari APBD yakni sebesar Rp 750 ribu per angkringan. Jumlah angka yang cukup besar untuk sebuah angkringan. Tapi ya tidak tahu juga, apakah para pedagang yang ikut festival ini benar-benar menyediakan dagangannya dengan nominal Rp 750 ribu atau tidak. Itu bukan urusan saya.
Nah kalau kita berbicara HIK/Wedangan/Angkringan, sudah barang pasti di situ merupakan tempat yang nyamleng buat nge-gibah, rasan-rasan lan udud'an. Produk-produk khas Angkringan, seperti wedhang jahe, teh jahe, susu jahe, lan sak piturute, membuat penikmatnya betah berlama-lama di Angkringan. Saking betahnya, kadang lupa sama yang di rumah, yang sudah beristri pun kadang lupa kalau istrinya belum dijamah.
Saya rasa kalau yang sudah pernah ngangkring, akan tahu esensinya ngangkring. Meski ada orang baru di lingkar angkringan itu, tapi mereka bisa menyatu. Saling urun rembug hal-hal baru tanpa harus grusa-grusu.
Ojo Ndeso
Kembali ke Festival HIK Klaten ini, saya cukup kaget. Kalau kata orang jaman sekarang itu speechless. Tidak bisa berkata-kata, antara nggumun karo ngelus dodo.
![]() |
Belum ada jam 19.00 WIB, beberapa angkringan sudah kukut. |
Lha iki????? Adoh soko esensi Wedangan/HIK.
Yang membuat ngelus dodo lagi adalah nafsu birahi masyarakat melihat HIK itu sendiri. Ha sak jane wong Klaten ki opo do urung tahu nang angkringan? Kok delok angkringan ngono we langsung digruduk.
Saya bukan mau menyalahkan masyarakat. Tapi mbok yao agak tertib. Bener semua makanan yang dihidangkan itu gratis, tapi apakah dengan kegratisan itu membuat kegragasan meningkat? Opo bener wong Klaten ora kuat ngangkring? Kan tidak...
Bahkan pasca acara saya coba baca-baca komen di Instagram, salah satunya postingan dari akun @KabarKlaten menyebutkan acara yang sudah digelar dua kali ini tidak ada perubahan sama sekali. Masyarakat pada rayahan, dan yang bikin kesal adalah sampah bertebaran di mana-mana.
Jelas di sini masyarakat perlu diberikan edukasi. Bukan sekedar untuk menyuruh datang ke sebuah event, tetapi bagaimana supaya masyarakat khususnya warga Klaten itu sendiri bisa menikmati acaranya sendiri. Ini itu kan acara buat masyarakat, buat kita-kita, jadi ya kita harus menikmatinya dengan cara yang sehat.
Di postingan itu juga ada komentar dari salah satu warga Klaten dengan akun @tommy.np, dia berkomentar, "Mau bakule angkringan ngarep toko laris ibu-ibu, wes do rayahan ra aturan, grobake meh sempal, hape ne ilang dicopet. Mesak ke tenan min, :'("

Nah, nek udah kayak gitu siapa coba yang mau tanggung jawab?
— Yuni (@YunniHafsari) July 27, 2017
Solusinya Gimana Bos? Ojo nyalah-nyalahke wae isohe!
Iki udu nyalahke bos, iki kritik. Nek gak dikritik, suk tahun ngarep yo muk ngene-ngene terus wae.Solusinya menurut saya diawali dari penyelenggara itu sendiri. Penyelenggara yang punya wewenang, yang punya konsep dan bisa merubah situasi kondisi acara. Saya melihat waktu acara berlangsung, pihak penyelenggara tidak memiliki konsep yang baik. Nek punya konsep baik, nggak mungkin ada rayahan sego kucing, wedhang jahe, hape ono sing ilang, dll.
Acara Festival HIK ini kalau dari kacamata saya pribadi konsepnya cuma rayahan panganan, acara sambutan orang-orang besar, dangdutan, terus bar. Yang jadi inti malah acara sambutan sama dangdutan. Acara HIK malah nggak digagas matang-matang. Seharusnya angkringannya bisa bertahan sampai jam 22.00 WIB sesuai jadwal, tapi faktanya tidak. Bukan sekedar acara foto-foto pembukaan oleh orang-orang besar yang pada akhirnya dianggap masyarakat sebagai 'pencitraan'.

Nek menurut saya, seharusnya pihak penyelenggara membuat konsep yang benar-benar menjadikan 'ruh' festival ini ada. Ini kan salah satu tujuannya untuk mengangkat HIK itu sendiri, jadi ya ada baiknya jika dalam penyelenggaraan itu ditata. Bukan sekedar menata angkringan satu per satu di sudut jalan, tetapi menata bagaimana acara festival ini bisa berlangsung dengan lancar, masyarakat bisa menikmati wedhangan, nyruput wedhang jahe, muluk sego kucing kanti nyamleng.
Jadi kalau mau buat acara yang melibatkan orang banyak itu ya harus ditata. Kalau sekedar mikirin apa yang ingin ditampilkan saja tanpa memperhitungkan siapa dan berapa yang akan datang, ya pada akhirnya seperti itu kejadiannya. Seharusnya sih penyelenggara sudah tahu soal ini. Tinggal mau tidak menata ke arah yang lebih baik.
![]() |
Antusias masyarakat sangat tinggi, konsep acara harus dimatangkan lagi |
Terus misal, di acara itu juga bisa diadakan semacam kuis-kuis atau apalah, yang intinya melibatkan masyarakat. Pemenangnya bisa mendapatkan jatah kursi ngangkring di area bebas pengunjung itu. Sehingga masyarakat pun bisa menikmati esensi ngangkring itu sendiri.
Karena kalau perubahan cuma diberikan ke masyarakat, itu sulit. Masyarakat itu kalau cuma disuruh besok harus tertib, jangan keroyokan pas ngambil, lantas pihak penyelenggara masih saja membuat konsep yang sama, ya hasilnya sama saja. Bola bali rayahan nganti ra kenduman.
Intinya seperti itu kritik yang ingin saya berikan. Tulisan ini saya buat atas dasar kepedulian saya dengan Klaten. Jujur saya senang kalau Klaten punya banyak acara-acara, apalagi yang mengangkat potensi lokalnya. Tapi mbok yao bapak-bapak ibu-ibu penyelenggara menatanya supaya 'ruh' dari acara itu benar-benar ada.
Akan lebih baik jika setiap acara-acara seperti ini melibatkan juga masyarakat dan anak muda. Sehingga bisa saling urun rembug, bagaimana baik dan buruknya. Sehingga sebuah acara yang mengangkat nama daerah bisa mencerminkan hal positif daerah itu.
Itu saja yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini. Harapan saya cuma satu, semoga tahun depan ada perubahan. Minimal tidak ada lagi rayahan panganan dan tolong dijaga kebersihan. Acara semacam ini bukan sekedar 'sing penting gayeng, katimbang ra ono acara'. Kuwi jenenge ngawur lur.... Matur suwun.
Matur suwun,
Virmansyah
HIK, hidangan istimewa Klaten. Sakin istimewanya, masyarakat jadi rebutan panganan yg ada layaknya event grebegan yg rebutan gunungan.
ReplyDeleteMungkin krn gratis kali ya. Kenapa tdk bayar layaknya kegiatan jualbeli di angkringan pada umumnya. Kan itu jg kegiatan ekonomi yg mennsejahterakan masyarakat.
Sedih :(. Mksh mas tulisannya
ReplyDeleteWaduhhh... kok ngeri ngunu. Kearifan lokal e jadi ra ono yen HIK jadi ajang golek maem gratis gitu. Suk usul ganti jeneng festival e jadi Festival Rayahan Gratisan.
ReplyDeleteIya je, malah jadi Festival Hiks Hiks
DeleteNggilani, justru Festivak ini kok seperti merendahkan harkat dan martabat warga Klaten sebagai masyarakat yang nggragas dan brangasan terhadap apa yang kita sebut sebagai panganan.
ReplyDeleteWaduuuuh bener sepertinya panitia tidak mempertimbangkan kemungkinan terburuknya, oadahal udah yang kedua kalinya harusnya bisa diantisipasi ya.
ReplyDeleteYa semoga bukan sekedar "bakar-bakar anggaran" :(
Deletenek wes sampek anarki ki kebangeten, po ra mending digae koyok jakarta fair pisan ae
ReplyDeletemlebu mbayar, tapi angkringan gratis
Seharuse sih gitu, lha nama saja "Festival".
DeleteWah aku melu prihatin nek do rayahan koyo ngunu kui,,,,,,, nek aku usul sih ojo digeratiske meneh engko mesti do rayahan maneh,,,, misale tetap bayar tapi regane digawe murah,,, le misale wedang jahe telun ewu dadi sewu...
ReplyDeleteWaduh.. Oh ngeri yo ms malahan..
ReplyDeleteSepertinya konsep acara harus ditata ulang...
Coba kalau acaranya pentas seni + wayang, tapi di sana disediakan hik-hik, jadi penonton duduk di lesehan/kursi sengan hik sebagai supplier makanan dan minumannya... Tentu tidak gratis,tapi dibuat murah.. Soalnya kalau gratis nanti pengunjung hanya datang makan dan pergi...